Jakarta 15/5/2010 (KATAKAMI) Barangkali kalau masyarakat awam mendengar rancangan peledakan bom Al Qaeda Cabang NAD yang diumumkan Mabes Polri hari Jumat (14/5/2010) lewat konferensi pers maka pastilah akan terkesima.
Tapi tidak demikian bagi orang-orang yang mengetahui situasi dan kondisi yang sebenarnya.
Sebab dari pengetahuan yang dimiliki itu, akan bisa dilakukan analisa-analisa dan pendalaman-pendalaman yang sangat akurat.
Rancangan peledakan bom di Istana Negara itu patut dapat diduga hanya fantasi yang dibuat sangat hiperbola dan dramatis oleh oknum petinggi Polri dan atau oknum perwira menengah Polri yang selama ini memiliki otoritas menangani kasus-kasus terorisme sejak Bom Bali I.
Dan satu lagi yang terpenting, patut dapat diduga rancangan peledakan bom di Istana Negara itu menunjukkan pengarangnya adalah kelompok oknum polisi sendiri yang tidak mengetahui duduk persoalan serta peta Istana disaat hari-hari khusus yang sangat penting spektakuler semacam perayaan 17 Agustus.
Pemimpin Redaksi KATAKAMI.COM Mega Simarmata memiliki latar belakang sebagai WARTAWAN ISTANA KEPRESIDENAN selama 9 tahun yaitu perideo 1999 – 2008.
Mari, kami berikan gambaran tentang bagaimana persiapan Istana Kepresidenan kalau menjelang perayaan 17 Agustus.
Sekitar sebulan sebelum perayaan 17 Agustus, Istana Merdeka (yang berseberangan dengan Tugu Monumen Nasional (Monas) sudah berbenah diri.
Dan ini terjadi tahun demi tahun sejak era Orde Baru.
Berbenah diri yang dimaksud disini adalah melakukan pengecatan atau hal-hal teknis yang tujuannya adalah mempercantik bangunan Istana Kepresidenan.
Kemudian 2 atau 3 minggu sebelum hari H pelaksanaan perayaan 17 Agustus, akan mulai dibangun tribun-tribun tempat duduk penonton di jalan Medan Merdeka Utara yang berhadap-hadapan dengan beranda Istana Merdeka.
Sejak pembangunan tribun-tribun tempat duduk ini, penjagaan di Istana Kepresidenan sudah sangat diperketat oleh jajaran PASUKAN PENGAMANAN PRESIDEN atau PASPAMPRES dibantu TNI secara keseluruhan.
Beberapa hari menjelang pelaksanaan perayaan 17 Agustus, pemerintah pasti sudah mengumumkan jalan-jalan mana saja yang akan di tutup dalam rangka kegiatan tahunan di Istana Kepresidenan tersebut.
Sudah sejak puluhan tahun yang lalu, seluruh jalan yang mengakses pada Istana Kepresidenan saat melakukan Upacara Peringatan 17 Agustus akan ditutup untuk sementara.
Tidak ada satu angkutan umumpun yang bisa lewat.
Tidak ada satu kendaraan pribadi (baik motor dan mobil) yang bisa dizinkan lewat.
Yang boleh memasuki akses jalan yang dibuka menuju Istana Kepresidenan hanyalah pada undangan (undangan kalangan VIP dan VVIP) yang memasang stiker khusus di mobilnya.
Dan jangan tanyakan berapa banyak personil TNI yang menjaga setiap sudut dan setiap titik di area Istana Kepresidenan.
Tidak ada satu jengkalpun yang bisa disusupi “mahluk asing”.
Bahkan WARTAWAN KEPRESIDENAN yang memakai tanda pengenal khususpun, tidak diperkenankan memakai ID PRESS rutin mereka sebab tanda pengenal untuk mengikuti Upacara Peringatan 17 Agustus itu adalah tanda pengenal khusus.
Polisi hanya menjaga di ring kedua.
Masyarakat awam hanya bisa hilir mudik (termasuk kendaraan, mulai dari area Jalan Sudirman sekitar Gedung Sarinah).
Apakah disitu mau diledakkan ?
Bom secanggih apapun, tidak akan bisa membunuh Presiden, Pejabat Tinggi Negara dan semua Tamu Negara di Istana Kepresidenan saat peringatan 17 Agustus jika posisi BOM di eksekusi dari titik Gedung Sarinah.
Bagaimana sih ?
Kalau mau mengarang itu, ya masuk akal dong. Jangan disampaikan kepada publik, sesuatu yang mustahil terjadi.
Apa dikira rakyat Indonesia (terutama kalangan jurnalis Indonesia ini) bodoh semua ?
Ring pertama didominasi oleh PASUKAN PENGAMANAN PRESIDENAN dari 3 Group yaitu Group A untuk mengamankan fisik Presiden dan Keluarganya, Group B untuk mengamankan Wakil Presiden dan Keluarganya, serta Group C untuk mengamankan Tamu-Tamu Negara (jika memang ada Tamu Negara yang hadir).
Singkat kata, teroris mana yang berani meledakkan Istana Kepresidenan dengan tingkat pengamanan yang sangat amat tinggi, berlapis dan luar biasa ketatnya.
Jangan “under estimate” atau mengecilkan kemampuan atau pengetahuan teroris.
Teroris kelas RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Kotamadya, Provinsi, Negara atau kelas dunia sekalipun, pasti punya tim analis yang bertugas menganalisa setiap lokasi, situasi, kondisi dan data dari target-target mereka.
Teroris pasti tidak idiot, bodoh dan seenaknya meledakkan (walau paham ideologi mereka adala JIHAD).
Sehingga agak lucu dan sangat bodoh rencana peledakan bom untuk meledakkan Istana Kepresidenan 17 Agustus itu.
Semua itu seakan menjadi ejekan buat PASPAMPRES dan TNI secara keseluruhan.
Seolah-olah selama ini, PASPAMPRES dan TNI punya kelemahan, kelengahan dan keterbatasan yang bisa disusupi pihak lain.
katakami.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar