Kamis, 05 Agustus 2010

MEMBONGKAR PENJARA-PENJARA RAHASIA AS DI EROPA

Terbongkar lagi satu kekejaman luar biasa yang dilakukan AS atas tahanan muslim yang dituduh teroris. Setelah hanya menjadi rumor, kini keberadaan penjara-penjara rahasia (black sites) milik AS di beberapa negara Eropa benar-benar terbukti sebagai fakta.

Sebelum itu, kebiadaban AS dalam penyiksaan tahanan muslim tersangka teroris di penjara Abu Ghruaib (Irak) dan di Teluk Guantanamo (Kuba) sudah terbukti melalui testimoni dan berjilid-jilid laporan Departemen Pertahanan AS. Namun untuk kasus terakhir, yakni penjara-penjara rahasia AS di Eropa, CIA masih belum mengakui keberadaannya meskipun beberapa media massa mulai mengungkapkannya.

Harian Washington Post edisi 3 Nopember 2005, misalnya, memberitakan bahwa AS secara ilegal telah menggunakan sejumlah tempat dan bandara di Eropa Timur untuk menahan dan menerbangkan teroris tanpa izin negara bersangkutan. Di berbagai tempat atau penjara rahasia itulah, sejak deklarasi perang melawan teror dicanangkan AS tahun 2001, AS menahan 80 ribu orang lebih tersangka teroris, 14 ribu orang di antaranya berada di Irak. Seorang pejabat intelijen AS yang tak mau disebut namanya mengatakan, dari jumlah total itu sekitar 100 orang ditahan di penjara-penjara AS yang berkategori sangat rahasia di luar negeri (Seputar Indonesia, 27 Nopember 2005).

Penjara-penjara rahasia tersebut dibangun dalam berbagai kurun waktu di sejumlah tempat di delapan negara pasca Peristiwa 11/9 tahun 2001, termasuk di Thailand, Afghanistan, dan beberapa negara lain di Eropa Timur. Termasuk juga sebuah pulau kecil di penjara Teluk Guantanamo di Kuba. Di Afghanistan, penjara rahasia CIA ini dinamakan Salt Pit. Di tempat-tempat rahasia itulah CIA menyembunyikan, menginterogasi, dan menyiksa para tersangka teroris, termasuk tahanan penting dari jaringan Al-Qaeda.

Soal dugaan penyiksaan tahanan itu, Presiden George W. Bush tegas-tegas menolaknya dan menyatakan AS tidak “mengekspor penyiksaan.” Namun George W. Bush telah berbohong, sebagaimana kebiasaannya selama ini. Kebohongannya nampak jelas setelah Human Rights Watch mengadakan investigasi tentang penyiksaan di penjara-penjara rahasia tersebut, sebagai tindak lanjut pemberitaan Washington Post pada 3 Nopember 2005.

Human Rights Watch telah membeberkan hasil investigasinya kepada publik. Di antaranya adalah beberapa teknik penyiksaan gaya CIA yang kejam terhadap para tahanan muslim :

1. Dilarang tidur berhari-hari secara terus menerus di ruangan teramat sempit yang hanya bisa untuk berdiri saja.

2. Hanya diperbolehkan tidur jika tahanan bersedia mengaku bahwa dia adalah teroris.

3. Dipaksa melakukan gerakan melompat, duduk, dan berdiri secara terus-menerus sampai tahanan pingsan.

4. Dipaksa untuk mengambil posisi tertentu, seperti duduk di kursi tanpa sandaran hingga enam hari tanpa boleh berdiri dan tidur sampai tahanan merasa tidak tahan lagi.

5. Dalam beberapa kasus tersangka teroris kemudian diperbolehkan tidur selama enam jam setelah berhari-hari tidak tidur.

6. Namun setiap 10 menit, penjaga akan menggedornya dan tersangka teroris harus menjawab dengan lantang,”Tahanan nomor 1473 melapor, semuanya beres!”

7. Hal tersebut dilakukan sampai 40 kali setiap malam.

8. Jika tersangka tidak kunjung bangun, penjaga akan menendang dan memukulnya.

9. Diperintahkan berdiri menghadap dinding tanpa boleh berpaling atau bergerak sedikit pun selama enam setengah hari, tanpa diberi makanan dan minuman serta tidak boleh tidur.

10. Dijebloskan di sel terpencil yang sangat dingin (suhunya minus 6-7 derajat Celcius di bawah titik beku) dalam keadaan lapar dan disorot dengan lampu yang sangat terang benderang.

11. Wajah tahanan disiram air terus-menerus atau direndam sampai mereka hampir mati kedinginan.

12. Ditenggelamkan dalam 250 liter minyak yang di dalamnya berisi amoniak, urine, kotoran manusia, dan air laut, sampai tahanan nyaris tak bisa bernapas lagi. (Seputar Indonesia, 27 Nopember 2005).

Mengomentari teknik-teknik siksaan CIA yang biadab itu, Kenneth Roth, Direktur Eksekutif Human Rights Watch dalam artikelnya di Financial Times menyatakan bahwa tersangka teroris itu seharusnya diusut, bukannya disiksa.

Terhadap temuan Human Rights Watch ini, Departemen Pertahanan AS menolak mengomentarinya. Bahkan dengan alasan demi keamanan nasional, CIA dan Gedung Putih telah menolak desakan Kongres agar CIA melakukan testimoni terbuka mengenai kondisi penjara-penjara rahasia tempat para tahanan teroris ditahan.

Artinya, tidak ada yang mengetahui siapa yang mengelola fasilitas penjara dan pusat antiteror CIA itu, serta bagaimana teknik interogasi yang dipergunakan, atau bagaimana keputusan mengenai seorang tersangka apakah dia harus ditahan dan untuk berapa lama.

Memang, hingga beberapa hari lalu, setidaknya sampai awal Januari 2006 ini, persoalan lokasi, siapa saja yang ditahan di sana, atau aktivitas kontra terorisme apa yang tengah dijalankan, hanya menjadi rahasia yang beredar dan disetujui oleh kalangan terbatas dari pejabat tinggi AS. Selain itu, lokasi penjara rahasia atau pusat antiterorisme di masing-masing negara (host country), biasanya hanya diketahui oleh presiden dan beberapa pimpinan tertinggi intelijen di masing-masing negara.

Akan tetapi, dalam perkembangan terkini, misteri black sites ini mulai terkuak lebar. AS ternyata secara diam-diam benar-benar menginterogasi orang-orang yang didakwa sebagai teroris di lima negara Eropa.

Informasi ini diperoleh Dinas Rahasia Swiss yang mengawasi lalu lintas berita ke Mesir. Laporan ini dibeberkan oleh koran Swiss SonntagsBlick, edisi hari Ahad yang lalu (8 Januari 2006).

SonntagsBlick mempublikasikan sebuah fax yang dikirim Menteri Luar Negeri Mesir Ahmed Aboul Gheit kepada kedutaan besarnya di London. Dalam fax itu diberitakan bahwa kedutaan besar Mesir, berdasarkan sumbernya sendiri, mendengar adanya 23 warga Irak dan Afghanistan yang diinterogasi di pangkalan Mihail Kogalniceanu di sekitar kota Constanza, di Rumania.

Fax tertanggal 10 Nopember 2005 itu juga memberitakan adanya pusat interogasi di Bulgaria, Kosovo, Makedonia, dan Ukraina. Isi fax itu merupakan rahasia milik dinas sandi militer Swiss tertanggal 15 Nopember 2005 yang diperoleh koran tersebut. Dinas sandi militer mengawasi lalu lintas berita Mesir melalui satelit.

Meskipun Bulgaria dan Rumania langsung menyangkal berita tentang penjara rahasia di wilayahnya, namun ada beberapa petunjuk akurat yang dapat menyingkap kebenaran berita tersebut :

Pertama, berita di koran itu sangat terperinci. Dibeberkan secara detail nomor laporan rahasia itu dan inisial nama pegawai yang membuat laporan.

Kedua, Kementerian Pertahanan Swiss tidak menyangkal adanya laporan rahasia itu.

Namun demikian, diberitakan Kementerian Pertahanan Swiss akan melakukan penyelidikan bagaimana berita itu bisa sampai bocor ke koran tersebut, dan akan menempuh jalur hukum.

Dalam situs Kementerian Pertahanan Swiss, dokumen yang dipublikasikan oleh harian SonntagsBlick itu dikategorikan sangat rahasia. Sehubungan dengan kerawanan dokumen itulah, maka Kementerian Pertahanan Swiss tidak mengeluarkan komentar apa pun. (Kedaulatan Rakyat, Jumat, 13 Januari 2006, hal.15)

Jadi kalau semula Bush menolak keberadaan penjara-penjara rahasia dengan menyatakan AS tidak “mengekspor penyiksaan”, kini dunia sadar itu hanya kebohongan dan tipu daya belaka. Tak diragukan lagi, AS benar-benar negara pengekspor penyiksaan !

Terbongkarnya penjara-penjara rahasia AS ini membuktikan banyak hal. Antara lain :

Pertama, bahwa operasi kontraterorisme yang dilakukan AS memang tidak dilakukan oleh AS sendiri. Melainkan dilakukan AS bersama-sama beberapa negara sekutunya, khususnya negara-negara Eropa. (Kaum liberal yang selalu menyangkal adanya konspirasi di balik operasi kontraterorisme AS, patut mempertimbangkan fakta ini dengan akal sehatnya, kalau mereka memang punya akal).

Kedua,bahwa AS yang selalu menggembar-gemborkan demokrasi, HAM dan kebebasan, justru adalah negara represif yang sangat otoriter dan tidak demokratis, pelanggar HAM yang sangat keji, dan perampas kebebasan manusia yang sangat jahat. [Aef Saifurrahman, pengamat politik internasional, tinggal di Yogyakarta].

SOURCE


Tidak ada komentar:

Posting Komentar