Berbicara perjuangan Islam di Asia Tenggara, tentu tidak akan melepaskan Muslim Pattani, Thailand. Pattani bisa dikatakan bernasib seperti Palestina di Timur Tengah. Dan jika Palestina dijajah oleh Israel, maka Muslim Pattani ditindas oleh Thailand.
Sejarah Muslim Pattani
Padahal, dulu sekali Muslim Pattani adalah sebuah kerajaan Islam. Pada tahun 1457, daerah Patani—sekarang menjadi Pattani—berpenduduk mayoritas Melayu Muslim. Kondisi Patani saat itu persis dengan beberapa wilayah sekitarnya seperti Perlis, Kelantan, dan lainnya yang terletak di Malaysia.
Tahun 1875, Thailand pertama kali datang ke Patani dan langsung menduduki daerah itu. Kedatangan Inggris ke Semenanjung Malaka menghasilkan perjanjian dengan Thailand, yaitu Patani dikuasai oleh Thailand dan Perlis dan wilayah lainnya dimiliki oleh Inggris. Kemudian hari Inggris menyebut daerah jajahannya dengan sebutan Malaysia.
Muslim Patani saat itu dipaksa untuk menjadi bagian dari Thailand atau ketika itu masih bernama kerajaan Siam. Namun, karena kependudukan itu, tak pelak terjadi pergolakan di daerah Pattani sampai sekarang. Sebuah reaksi yang wajar karena Muslim Pattani terus melawan para penjajah itu.
Peran ulama dalam perjuangan Muslim Pattani
Terjadi banyak sekali pergerakan dan perlawanan untuk membebaskan Pattani dari cengkeram Thailand. Maka tidak heran jika hal ini selalu memunculkan berbagai kelompok pergerakan yang umumnya dimotori oleh ulama Patani. Dalam sejarah perjuangannya, sertidaknya ada tiga golongan ulama.
Ulama yang pertama adalah mereka yang terjun langsung mengangkat senjata. Di siang hari, mereka berprofesi sebagai pendidik, pengacara, pebisnis atau profesi lainnya. Namun pada malam hari mereka menenteng senjata dan terjun langsung ke medan pertempuran. Ciri-ciri gerakan ini adalah, mereka menitikberatkan pada ajaran-ajaran (ayat-ayat) yang mengandung Jihad. Mereka juga menolak pembangunan atau rencana pembangunan dari pemerintah Thailand. Kelompok ulama ini menjunjung tinggi pejuang-pejuang revolusi dunia, salah satu contohnya adalah Presiden pertama RI, Ir. Soekarno.
Ulama yang kedua adalah mereka yang pro terhadap pemerintah Thailand. Hal ini dilandasi prinsip bahwa mereka tidak merasa ditindas oleh kerajaan Siam. Memang, Thailand menganut sistem bebas menganut agama apapun, ini terbukti dengan berbagai ritual peribadatan juga dibolehkan di sana. Kelompok ulama ini memilih bekerja sama dengan Thailand, bahkan tidak jarang menjadi kaki tangan kerajaan Siam ketika ada rencana pembangunan di Provinsi Pattani. Mereka berpendirian bahwa Islam menjunjung tinggi perdamaian, sehingga menghindari konflik dengan pemerintah. Mirip seperti di Indonesia.
Kemudian tipe ulama yang ketiga adalah mereka yang berada di antara dua kelompok ulama lainnya. Mereka akan bereaksi menentang pemerintah Thailand jika terjadi pembantaian terhadap muslim. Namun mereka akan diam jika merasa tidak terjadi apa-apa. Saat ini fakta bahwa tidak ada seorangpun yang secara terang-terangan mengaku menjadi pejuang, perjuangan dilakukan secara sembunyi-sembunyi (underground).
Penderitaan Muslim Pattani
Penderitaan yang dialami oleh warga Muslim di Thailand Selatan sebenarnya telah berlangsung selama bertahun-tahun. Warga minoritas Muslim tidak bisa hidup tenang karena berada di bawah bayang-bayang kecemasan dan drama kehidupan yang mencekam.
Selama ini sudah terjadi banyak pertumpahan darah di bumi Patani. Pembantaian Muslim Pattani hampir sama persis seperti yang terjadi di negara-negara Muslim terjajah lainnya. Misalnya saja, para Muslim Pattani dibunuh ketika sedang shalat di masjid. Selama ini tragedi berdarah di Pattani hampir jarang terdengar, ini karena pemerintah Thailand memang membatasi dan menguasai semua arus informasi tentang Pattani. Misalnya saja, orang banyak yang menganggap bahwa konflik Pattani hanya sebuah masalah internal Thailand.
Di Pattani, kerukunan antar-agama jarang terlihat. Dulu, muslim Patani sering memberikan makanan kepada para Biksu. Namun kini hal itu tidak terjadi. Itu karena perlakuan buruk yang sering diterima oleh Muslim Pattani.
Perlakuan pemerintah Thailand terhadap Muslim Pattani memang buruk. Mereka diharamkan untuk menyimpan buku-buku sejarah Pattani. Kesadaran historis mereka dilenyapkan oleh tangan besi pemerintah dan militer Thailand yang sangat khawatir kalau warga Muslim ini sadar bahwa mereka adalah orang-orang Melayu, dan bukan orang Thailand. Mereka dilarang keras berbicara dalam bahasa Melayu. Semua hal harus di-Thailandkan: bahasa sehari-hari, bahasa pengantar di sekolah-sekolah, dan nama-nama mereka. Tidak boleh memakai bahasa Melayu. Semuanya harus menggunakan bahasa Siam (Buddha), bahasa Kerajaan Thailand. Selain masalah bahasa dan sejarah, mereka juga dikondisikan dalam keadaan selalu mencekam. Di setiap sudut jalan, selalu ada tentara berseragam militer lengkap dengan senjata otomatisnya.
Solusi Muslim Pattani
Jadi apa kiranya solusi yang bisa dilakukan untuk Muslim Pattani? Sepertinya saat ini, satu-satunya jalan keluar untuk mengatasinya adalah dengan mengadakan jajak pendapat atau pemungutan suara, dengan adanya pihak ketiga sebagai penengah. Namun jelas pihak ketiga tidak berasal dari negara yang memang sudah mempunyai sentimen terhadap Islam sebelumnya seperti Barat, ataupun Amerika.